Kawasan Ciawi yang dijadikan terminal bayangan. (Foto: Dok. bogorprioritas.com)
Penulis: Panca Mega
Editor: Donni Andriawan S
bogorprioritas.com – Berada di wilayah selatan antara dua batas wilayah pemerintahan, Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor, Ciawi merupakan sebuah kawasan dengan segala dinamika, perkembangan dan problematikanya.
Dengan beragam persoalan yang ada, sayangnya wilayah ini “dipandang sebelah mata” oleh kedua wilayah, oleh para kepala daerahnya.
Kawasan ini dibiarkan berjalan tanpa arah, tak tersentuh kebijakan dan program kerja, sehingga memunculkan banyak persoalan yang tentunya berimplikasi besar terhadap warganya.
Pemandangan kemacetan, kesemrawutan, sampah, pedagang kaki lima (PKL), dan sejumlah persoalan sosial lainnya telah menjadi keseharian dan seolah lumrah sehingga terus dibiarkan terjadi setiap harinya.
Semua fenomena itu pun sudah menjadi “menu sehari-hari” warga perbatasan dari kedua wilayah bertetangga itu. Perasaan kesal, jengkel hingga rasa apatis kepada para pemimpin mereka yang tak pernah tahu kondisi riil di lapangan lantaran tidak pernah mengetahui persis bagaimana kondisi di sana.
Hukum rimba ibarat berlaku di wilayah ini. Dia yang kuat akan berkuasa dan bertahan, sementara yang lemah dan tak punya kuasa, hanya bisa menerima dengan rasa terpaksa dan pasrah.
Wilayah Ciawi yang sejatinya menjadi etalase bagi Pemkot Bogor dan Pemkab Bogor, rupanya tak menarik bagi Wali Kota-Wakil Wakil Kota dan Bupati-Wakil Bupati Bogor untuk sekadar mencoba memberikan sentuhan dari banyak program serta visi-misi mereka lima tahun ke depan yang disampaikan pada masing-masing janji kampanyenya.
Kedua pasangan kepala daerah seperti banyak di bagian wilayah lain, hanya berkonsentrasi pada kawasan perkotaan yang dekat, terlihat dan terjangkau dengan pusat pemerintahan.
Sementara wilayah dan warga yang berada di pinggiran jauh dari hiruk-pikuk gemerlap perkotaan dengan kelengkapan fasilitas pendukungnya, hanya bisa gigit jari dan meratapi nasib. Tidak tahu lagi kemana mereka harus menyampaikan keluhan, aspirasi dan harapannya.
Warga menilai posisi dan aset dari wilayah itu yang merupakan “milik” pemerintah pusat dan pemerintah provinsi, dijadikan dalih kedua pemerintah daerah di Bogor ini enggan dan tak kunjung menata kawasan tersebut hanya untuk sekadar lebih rapi, nyaman dan menarik secara estetika.
Dari hasil wawancara bogorpritas.com, Jumat (16/5/2025), kepada sejumlah warga dari kedua wilayah, sejatinya mereka sangat menginginkan adanya tindakan nyata dari para kepala daerah yang sama-sama baru memimpin di wilayahnya.
Warga berharap adanya aksi nyata yang ditunjukkan untuk mencoba menata kawasan Ciawi agar kondisinya tak lagi kacau sampai detik ini.
Lidya, warga Kelurahan Sindangsari, Kecamatan Bogor Timur, Kota Bogor ini misalnya, yang sangat berharap agar kedua pemerintah daerah atau setidaknya dari Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor untuk melihat langsung kondisi riil di kawasan Ciawi.
“Sebenarnya ini udah bukan rahasia lagi ya, kan tahu sendiri gimana kondisi di sekitar Ciawi ini kayak gimana. Padahal ini kalau emang ada niat dan kemauan dari Pemkot Bogor misalnya, kan saya pikir bisa diselesaikan sedikit-sedikit. Saya nangkepnya kalau Ciawi ini nggak dianggap sama Pemkot, nggak diurusin sama Pemkab Bogor,” ujar Lidya.
Harapan senada juga disampaikan Mustofa, warga Kelurahan Harjasari, Kecamatan Bogor Selatan. Menurutnya kolaborasi diperlukan dalam penataan kawasan Ciawi.
“Kalau memang dipastikan tidak bisa jalan sendiri-sendiri, coba kolaborasi, koordinasi sama Pemkab Bogor, Jasa Marga atau pemerintah provinsi. Apalagi sekarang Pak Gubernurnya luar biasa blusukan terus, berjuang terus, pasti soal Ciawi juga dijamin beres,” tutur Mustofa.
Pernyataan lainnya juga ikut disampaikan Beni, warga Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, yang sudah sangat kesal dengan kondisi kesemrawutan dan kemacetan di kawasan Ciawi.
“Saya sebagai warga Ciawi, warga Kabupaten (Bogor), udah kesel pisan tiap hari lihat kondisi di sini (Ciawi) macet terus, semrawut. Nggak pernah ada action apa-apa dari aparat, dibiarkan terus sampai saat ini. Apa mau terus kayak gini kondisinya,’” ujar Beni.
Kusnaeni, warga Ciawi lainnya juga menyarankan sebagai tahap awal agar kedua pemerintah daerah setidaknya untuk mengaktifkan kembali lampu pengatur lalu lintas di sana agar tidak dijadikan terminal bayangan.
“Ya, ini sih dari saya sebagai rakyat biasa cuma minta buat awalan minimal itu terminal bayangan diaktifkan lagi. Jadi disitu nggak jadi terminal bayangan lagi, termasuk yang di belokan nggak dipake ngetem juga sama omprengan ke Jakarta,” kata dia.