(Foto: Istimewa)
Penulis: Aysha Salsabila
Editor: Panca Mega
KOTA BOGOR | Bogorprioritas.com – Polisi mengamankan empat orang masing-masing berinisial SR, WJ, AS dan ALS atas kasus penyegelan dan perusakan mushola di Kampung Sumur Wangi, Kelurahan Kayumanis, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor.
Kasus tersebut, diungkapkan Kapolresta Bogor Kota Kombes Bismo Teguh Prakoso, Rabu (24/1/2024),berawal dari masalah utang piutang antara RA dan SR.
RA merupakan pemilik lahan yang sebagian tanahnya itu dijadikan mushala. Ia memiliki utang sebesar Rp 3,1 miliar kepada SR yang menjadi tersangka pengrusakan dan penyegelan.
“Dalam kesepakatan peminjaman itu, RA menjadikan aset tanah beserta bangunan yang berdiri di lahannya itu sebagai jaminan pinjaman,” kata Bismo.
Di perjanjian, ujar Bismo, disebutkan apabila pembayaran tidak lancar maka seluruh aset yang dijaminkan tersebut dipersilakan untuk diambil.
Selang beberapa lama, pembayaran tidak berjalan lancar sehingga tersangka merasa aset yang sudah dijaminkan tersebut menjadi miliknya sesuai perjanjian.
“Di perjanjian disebutkan ada bagi hasil usaha sebesar Rp 50 juta per bulan, karena uang pinjaman itu digunakan RA untuk kegiatan usaha. Selang berjalannya waktu, pemberian uang bagi hasil diketahui tidak lancar. Di perjanjian itu juga disebutkan, apabila pembayaran tidak lancar maka seluruh aset yang dijaminkan tersebut dipersilakan untuk diambil,” jelas Bismo.
Akhirnya, lanjut Bismo, tersangka SR bersama tiga rekannya lalu melakukan penyegelan. Mereka juga mengambil alat pengeras suara mushala serta memutus aliran listriknya.
Atas perbuatan para tersangka, polisi melihat adanya unsur pidana di dalam kasus tersebut. Sehingga proses penyelidikan pun dilakukan hingga akhirnya SR bersama tiga orang lainnya diamankan dan ditetapkan sebagai tersangka.
Apalagi, kasus itu berpotensi melanggar hak kebebasan beragama sesuai dengan Pasal 29 Undang-undang Dasar (UUD) Tahun 1945.
“Di sini, saya ingin sampaikan untuk masalah utang piutang yang menyangkut suatu aset dan tanah bangunan harus diselesaikan melalui tata cara hukum perdata,” ujar Bismo.
Dengan demikian, imbuhnya, kasus itu harus melalui mekanisme persidangan dulu.
“Lalu harus menunggu sampai keputusan inkrah (berkekuatan hukum tetap), sehingga baru bisa dilakukan eksekusi. Jadi jangan langsung bertindak sendiri seperti ini,” pungkas Bismo.